• Beranda
  • Berita
  • Peluang dari senyapnya bisnis data center di tengah pandemi

Peluang dari senyapnya bisnis data center di tengah pandemi

9 Januari 2021 15:21 WIB
Peluang dari senyapnya bisnis data center di tengah pandemi
Ilustrasi - Data center. ANTARA/Shutterstock/pri.

Transformasi digital hanya akan menjadi milik mereka para penguasa data center dunia bahkan di tengah pandemi COVID-19 sekalipun.

Akhir tahun 2020, sebelum peta dunia berubah akibat pandemi, perusahaan-perusahaan skala dunia rupanya sedang merencanakan untuk melakukan hal-hal besar.

Sebagaimana Data Center Frontier melaporkan pada September 2020 bahwa Google sebenarnya sedang merencanakan suatu proyek yang membuat perusahaannya semakin ramah lingkungan, sementara Microsoft sedang membuat program khusus agar server bertahan lebih lama (dengan menerapkannya di bawah air).

Di sisi lain Facebook sedang membangun usahanya lebih besar dari sebelumnya, Amazon menyempurnakan strategi tepi, dan Equinix memposisikan ulang mereknya.

Tercatat setidaknya ada 10 kesepakatan bernilai miliaran dolar AS yang telah dirancang namun di luar semua itu, bisnis-bisnis besar tersebut sedang fokus menggarap sebuah proyek besar bernama data center.

Data center merupakan suatu fasilitas berupa jaringan komputer dan ruang penyimpanan data yang bisa dipakai oleh kalangan pebisnis maupun organisasi untuk melakukan pengaturan, pemrosesan, penyimpanan, serta penyebarluasan data dalam skala besar.

Demi fokus pada bisnis tersebut, Facebook misalnya diam-diam pada akhir tahun lalu berencana menginvestasikan 1 miliar dolar AS untuk menambahkan tiga gedung pusat data besar ke kampusnya di Georgia. Proyek pembangunan tersebut akan menambah kapasitas data center hingga 1,5 juta feet (kaki) persegi.

Sementara Greener Capital, menyelesaikan pengajuan fasilitas kredit senilai 1 miliar dolar AS yang akan digunakan sebagai pendanaan untuk ekspansi portofolio data centernya.

Itu sejatinya belum termasuk dengan beragam kesepakatan-kesepakatan bisnis raksasa sekaligus konglomerasi lain terkait proyek pengembangan data center yang diam-diam menjadi fokus banyak perusahaan multinasional.

Hal ini menunjukkan bahwa bisnis data center meski senyap namun memegang peran yang amat sangat signifikan mengingat dunia telah memasuki era transformasi digital yang jelas memerlukan ruang penyimpanan tak terbatas bernama data center.

Sebagaimana disampaikan Tony Bishop, Senior Vice President, Platform di Digital Realty, yang menyebut bahwa pandemi COVID-19 mengakselerasi peluang bisnis data center lebih lagi. Dengan perubahan pola kerja yang tiba-tiba menjadi “remote work” atau WFH, semua melihat peningkatan ketergantungan perusahaan pada cloud computing atau komputasi awan.

Maka untuk memenuhi kebutuhan jaringan yang dibutuhkan saat ini, investasi data center tumbuh di area di mana mereka dapat berada di dekat hub besar untuk perusahaan teknologi dan cloud dan lebih dekat ke tempat pertukaran data.
Baca juga: Menkominfo: Hanya tiga persen data center penuhi standar global
Baca juga: Menkominfo sambut baik pembangunan pusat data ketiga Alibaba Cloud
Menteri BUMN Erick Thohir saat meninjau command center tempat memonitor data produksi, penyimpanan dan distribusi secara realtime berbasis teknologi Internet of Things (IoT) - fasilitas produksi, dan penyimpanan vaksin COVID-19 di Bio Farma, Bandung, Jawa Barat. Dokumentasi Kementerian BUMN


Bank ekonomi
Pergeseran ke arah konsumsi digital saat ini diperkirakan kemungkinan besar akan tetap ada, sebagaimana laporan terbaru yang dilansir dari Google, Temasek Holdings, dan Bain & Company.

Meski sejatinya sebelum pandemi, ekonomi digital juga telah menjadi kekuatan yang patut untuk diperhitungkan.

Potensinya diperkirakan akan terus melonjak hingga mencapai 300 miliar dolar AS pada 2025, seperti dilansir e-Conomy SEA 2019.

Lebih jauh lagi ekonomi digital Asia Tenggara diperkirakan akan berkembang dengan cepat menjadi pembangkit tenaga teknologi global berikutnya dan ini diprediksikan akan terus berlanjut meskipun ada kendala global yang disebabkan oleh pandemi COVID-19.

Carolyn Harrington, COO, SpaceDC, menyebutkan bahwa data center merupakan bank ekonomi digital. Menurut dia, dengan semakin banyaknya jumlah data yang dibuat, dibagikan, disimpan, dan dikelola, maka tidak pernah ada kebutuhan yang lebih besar akan teknologi transformasi dan infrastruktur untuk membuat proses ini semulus dan semudah mungkin.

“Untuk mencapai tujuan ini, kita membutuhkan data center untuk akses dan pengelolaan data yang efisien dan aman dalam ekonomi digital,”ujar Carolyn.

Maka mendorong transformasi digital, penting bagi bisnis untuk mencari mitra data center yang tepat yang dapat membantu memenuhi permintaan data mereka di antaranya yakni solusi tersebut harus mampu berkembang seiring bisnis yang dijalankan.

Di mana pun bisnis berada dalam proses transformasinya, sebuah data center yang berkembang bersama mereka adalah yang memahami dan mempersonalisasi solusinya agar sesuai dengan infrastruktur cloud, interkonektivitas bisnis, pengalaman karyawan, dan kebutuhan pengalaman pelanggan.

Baca juga: Pusat Data Nasional direncanakan rampung 2023


Pasar Indonesia
Tak terkecuali di Indonesia, ketika selama beberapa bulan terakhir, pandemi telah mengubah cara hidup dan bekerja masyarakatnya.

Sebagian besar masyarakat di tengah pandemi mengubah pola kerja dengan live streaming sehingga pola WFH menjadi semakin populer, kolaborasi berbasis cloud dan alat konferensi menjadi dasar dalam bekerja dan berkomunikasi.

Perbankan digital kemudian menggantikan kunjungan langsung ke bank dan belanja online menjadi cara utama konsumen mengisi kebutuhan rumah tangga mereka. Hal ini tak hanya menumbuhkan banyak sekali peluang tetapi juga tantangan bagi siapapun di tengah pandemi yang terjadi.

Berdasarkan data Indonesia Data Center Provider Organization (IDPRO), investasi data center di Indonesia tercatat sebesar 480 juta dolar AS. Sementara, itu, menurut laporan Indonesia’s Data Center Market Overview and Forecasts 2014-2020, potensi investasi pada 2020 bisa naik hingga 70 persen menjadi mencapai 850 juta dolar AS.

Kebutuhan lahan data center di Indonesia pada 2020 mencapai 375.000 meter persegi atau naik 29 persen dari kebutuhan lahan pada 2016 yang seluas 290.000 meter persegi.

Pada saat ini sebagian besar pemakai data center Indonesia adalah instansi pemerintah dan swasta khususnya perusahaan besar seperti perbankan, asuransi, dan sebagainya. Startup aplikasi digital dan sejumlah layanan transportasi berbasis online juga banyak yang menggunakan data center dengan tujuan untuk mendapatkan akses data yang lebih cepat dalam melayani konsumen.

Oleh karena itu, beberapa perusahaan pun melirik untuk menggarap pasar potensial di Indonesia di antaranya GTN yang mengembangkan kerja sama dengan sebuah Cloud Service Provider Indonesia bernama Wide Host Media.

Cloud Service Provider besutan lokal tersebut didirikan dengan harapan menjadi Cloud Server, Hosting dan Data Center terbaik di Indonesia yang aman, cepat, dan andal.

Wide Host Media merupakan unit bisnis milik PT Akashia Thuba Jaya yang didirikan Eka Pramudita dan memiliki berbagai lini produk dari Web Hosting, Cloud Hosting, Domain, Virtual Private Server (VPS), Cloud Server, Dedicated Server, Colocation Server, hingga Rack Cabinet Colocation Server.

Layanan Wide Host Media dilengkapi dengan fitur-fitur 99,99 persen Server and Network Uptimeyang didukung multiple upstream, Data Center berstandar internasional, dan infrastruktur terbaik.

Kemudian 24/7 Customer Support Service yang siap membantu selama 24 jam dan dapat dihubungi melalui Live chat, Call Center dan SupportTicket. Selain itu ada server yang menggunakan dukungan infrastruktur dan teknologi untuk menjangkau keamanan data.

Super speed juga diterapkan dengan teknologi SSD, hardware yang andal, dan konfigurasi terbaik yang diharapkan menjadikan server dengan performa yang baik dan lebih cepat 30 kali lipat.

Tepatnya pada November 2020, PT Graha Teknologi Nusantara atau GTN Data Center diwakili oleh Tjetjep Dharmawan, menyetujui perjanjian kerja sama dengan Wide Host Media atau PT Akashia Thuba Jaya diwakili oleh Eka Pramudita. Ini menandakan pasar ICT di Indonesia sejatinya sangat prospektif di kawasan Asia.

Perjanjian kerja sama ini meliputi cross selling masing-masing layanan di mana GTN Data Center sebagai Data Center Provider dan Operator dan Wide Host Media sebagai Service Provider.

"Kerja sama ini nantinya juga akan meningkatkan bisnis eksposur kedua perusahaan di kancah bisnis ICT di Indonesia khusus persaingan di masa pandemik ini,” kata Tjetjep Dharmawan CSMO GTN Data Center.

Sesungguhnya saat ini banyak perusahaan yang turut serta mengecap manisnya prospek pasar data center di Indonesia yang meski senyap namun menyimpan sejuta manfaat.  Sudah saatnya memang peluang besar itu digarap.

Baca juga: Kominfo dorong pemanfaatan teknologi komputasi awan untuk "Go Digital"
Baca juga: Mitigasi risiko, 142 anggota AFPI telah lapor ke pusat data


 

Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Royke Sinaga
Copyright © ANTARA 2021