Awal pandemi COVID-19 masyarakat dikenalkan dengan istilah orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan orang tanpa gejala (OTG).
Tak lama menjelang istilah tersebut mengalami perubahan menjadi Kasus Suspek, Kasus Konfirmasi (bergejala dan tidak bergejala), SERTA Kontak Erat.
Masyarakat pun dipaksa untuk memahami bagaimana perjalanan virus sekaligus mencegahnya agar tak tertular COVID-19. Mereka diajak belajar paham tentang protein virus hingga kekebalan komunal atau “herd immunity”.
Baca juga: Wagub Chusnunia menjadi orang pertama yang disuntik vaksin di Lampung
Ada pula swab test, RT-PCR, rapid tes, serologi, hingga antigen yang semula hanya akrab di dunia paramedis kini masuk sebagai obrolan di warung-warung kopi, meskipun imbauan untuk tidak berkerumun berkali-kali disampaikan.
Bahkan peristilahAN “lockdown” yang semula asing menjadi bagian dari hidup sehari-hari saat ini. Isolasi mandiri atau isoman hingga “new normal” adalah kosa kata baru di tengah pandemi.
Vaksin kemudian menyusul sehingga istilah baru menyertai seperti halnya efikasi atau tingkat kemanjuran yang menurut Guru Besar Fakultas Farmasi UGM, Zullies Ikawati, efikasi menunjukkan seberapa besar kemampuan vaksin untuk mencegah terjadinya infeksi.
Cara menghitung efikasi adalah dengan membandingkan kelompok yang divaksin dengan tidak divaksin. Ketika efikasinya tinggi, belum tentu tingkat keamanannya juga tinggi.
Memang faktanya untuk dapat menghambat bahkan menghilangkan pandemi ini diperlukan pemahaman yang lebih jauh terkait vaksin COVID-19 termasuk upaya untuk mendapatkan kekebalan komunal dari seluruh populasi yang ada.
Efektivitas
Hampir satu tahun bangsa ini hidup bersama di tengah pandemi dan saat ini pemerintah sedang giat-giatnya menerapkan program vaksinasi COVID-19 bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Sejak awal prosesnya, muncul banyak pertanyaan di benak sebagian besar orang mengenai tujuan, manfaat, hingga peranan vaksin COVID-19 dalam menangani pandemi.
Lalu bagaimanakah sebenarnya vaksin COVID-19 itu apa benar bisa efektif memutus penyebaran penyakit atau virus berbahaya tersebut? Dokter spesialis penyakit dalam Siloam Hospitals Lippo Village Dr dr Benyamin Lukito SpPD mengatakan, vaksinasi sebetulnya adalah cara untuk mencegah suatu penyakit menyerang tubuh seseorang.
Sebab, dengan vaksinasi akan membuat tubuh menghasilkan antibodi yang berfungsi mencegah apabila ada virus yang masuk sehingga tubuh menjadi tidak sakit.
Apabila vaksinasi dilaksanakan pada banyak orang, penyakit yang dimaksud tersebut diharapkan akan punah. Hal ini seperti yang terjadi di masa lalu, banyak contoh kasus penyakit yang telah punah karena hadirnya vaksin.
“Contohnya saja, penyakit cacar, bukan cacar air. Penyakit ini sudah tidak dijumpai lagi saat ini dan hanya ada dalam ‘textbook’ saja. Untuk itu, kita berharap dengan cara demikian juga bisa mengatasi masalah yang tengah dihadapi seluruh dunia, yaitu COVID-19,” ungkapnya.
Baca juga: Begini ungkapan Ketua Umum Kadin Indonesia setelah divaksinasi
Dokter Benyamin mengatakan orang membuat vaksin dengan berbagai macam cara, dan terdapat teknik yang baku serta sudah lama terjadi, yaitu dengan mematikan virus tersebut.
Ketika virus itu mati, kemudian partikel-partikel dari virus tersebut, terutama adalah dari protein-protein yang hancur. Kemudian salah satu protein S atau Spike yang gambarnya ada tonjolan ini akan dimasukkan ke dalam dan membajak sel-sel tubuh dengan memanfaatkan materi di dalam sel tersebut merusak ke seluruh tubuh.
Dengan cara menyuntikan protein yang sudah mati virusnya itu, tubuh akan membentuk antibodi dengan sendirinya.
“Antobodi ini yang penting akan membuat tubuh kita kebal, kekebalan ini dibutuhkan untuk mengatasi jangan sampai ada virus yang hidup dan masuk dalam tubuh jika ada virus langsung diserang oleh antibodi, sehingga tidak jadi sakit dan tetap sehat,” paparnya.
Kekebalan komunal
Dr Benyamin menyebutkan pada prinsipnya vaksinasi bisa diberikan pada semua orang. Hanya ada satu kontraindikasi sehingga menyebabkan tidak boleh diberikan, yaitu apabila orang tersebut alergi pada bahan pembuatan vaksin.
Namun, pada saat ini memang tidak semua orang direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin. Bahkan, kebijakan ini di setiap negara akan sangat berbeda-beda sangat tergantung negaranya baik pendekatan dan rekomendasinya.
Hal tersebut juga sangat tergantung pada jenis vaksin yang tersedia, serta penilaian dari penilaian para ahli di bidang masing-masing, seperti ahli penyakit dalam, anak, kebidanan ahli imunologi, dan lain sebagainya.
Lebih lanjut dr Benyamin menyebutkan bagi yang sudah terinfeksi COVID-19, orang tersebut tidak termasuk dalam penerima vaksin.
Ini karena jumlah vaksin yang masih belum mencukupi sehingga mereka tidak masuk dalam prioritas mendapatkan vaksin. Vaksin tersebut lebih direkomendasikan pada orang yang belum terpapar sehingga akan mempunyai kekebalan tubuh terhadapa virus tersebut.
Sedangkan bagi yang sudah pernah terinfeksi diketahui tubuhnya sudah mempunyai antibodi terhadap virus tersebut. Sedangkan soal batasan usia, ia memaparkan usia 18 tahun ke bawah dan 60 tahun keatas masih belum direkomendasikan untuk mendapatkan vaksin.
“Mengingat penelitian dari vaksin yang tersedia saat ini, masih belum ada penelitian yang melibatkan dua kelompok usia tersebut,” katanya
Baca juga: BPJPH: Penerbitan sertifikat halal vaksin Sinovac sesuai prosedur
Sebagaimana disampaikan Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, vaksin adalah alat yang bisa dipakai untuk melindungi diri. Tetapi yang lebih penting, vaksin ini juga digunakan untuk melindungi keluarga, tetangga, rakyat Indonesia, dan melindungi peradaban umat manusia di seluruh dunia.
Menurutnya memang untuk mencapai kekebalan komunal global, vaksin COVID-19 harus diberikan bagi kurang lebih 70 persen populasi dunia. Oleh karena itu, partisipasi masyarakat akan sangat menentukan keberhasilan program ini.
Di antara berbagai isu tentang vaksin COVID-19 yang terus saja menerpa, efikasi dan kekebalan komunal adalah tujuan dari ikhtiar yang dimaksud demi membangun Indonesia dan dunia yang lebih sehat dan bebas dari pandemi COVID-19.
Baca juga: Pfizer pertimbangkan pengajuan daftar vaksin COVID di Rusia
Pewarta: Hanni Sofia
Editor: Tunggul Susilo
Copyright © ANTARA 2021