"Skrining sudah dilakukan bersama tim kesehatan hewan dari Kementerian (Pertanian) dan Balai Besar Veteriner, beberapa waktu lalu. Dan sekarang telah dibentuk posko terpadu," kata Bupati Tulungagung Maryoto Birowo di Tulungagung, Senin.
Tak hanya diisi oleh tim kesehatan hewan dari Disnak, posko terpadu juga melibatkan unsur perangkat desa, perwakilan peternak dari gapoktan, dinas kesehatan serta unsur kepolisian dan TNI.
Gugus tugas yang berjaga posko terpadu ini bertanggung jawab dalam melayani setiap aduan dan keluhan masyarakat yang berkaitan dengan peternakan serta risiko penularan wabah antraks yang kini diduga telah menular pada manusia tersebut.
Baca juga: Enam warga alami gejala kulit melepuh, diduga penyakit antraks
Baca juga: Sudin KPKP Jakpus siapkan 31 petugas periksa hewan kurban
Jika ada laporan ternak sapi yang mati, tim di posko wajib turun langsung melakukan penanganan. Mereka juga yang aktif melakukan desinfeksi di kandang-kandang ternak sapi, sesuai permintaan peternak maupun berdasar evaluasi atas kandang-kandang yang dicurigai terkontaminasi antraks.
"Di kandang yang menjadi lokasi sapi-sapi yang mati ini telah dilakukan penyemprotan menggunakan formalin dan desinfeksi," kata Maryoto.
Kepala Dinas Peternakan Kabupaten Tulungagung Mulyanto mengklaim, kasus antraks di Desa Sidomulyo, Kecamatan Pagerwojo perlahan mulai terkendali.
Kondisi dan aktivitas peternakan berjalan seperti biasa. Kendati masyarakat dan peternak diakui sempat khawatir, namun warga yang mayoritas berternak sapi beraktivitas seperti biasanya, seperti mencari pakan, melakukan aktivitas pembersihan kandang berikut hewan ternaknya, serta pemerahan susu.
"Kita ada dua kegiatan di sana (Desa Sidomulyo), pertama aktivitas pendirian posko, dan kedua kegiatan pemberantasan dan pelayanan kesehatan hewan. Di sana juga dilakukan pengobatan dan vaksinasi secara terus-menerus hingga semua ternak sapi warga mendapatkan (vaksin anrtraks)," katanya.
Jumlah ternak sapi di Desa Sidomulyo diperkirakan mencapai 1.600-an ekor yang tersebar di sekitar 400 lebih kandang. Hampir setiap keluarga (KK) di daerah ini memiliki ternak sapi, terutama untuk jenis sapi perah.
Wabah antraks diduga mulai menyerang ternak sapi di desa ini sejak bulan Ramadhan lalu (1442 H). Sejumlah ternak sapi mendadak mati, dalam tempo cepat.
Kematian ternak sapi secara beruntun hingga 25 ekor hingga setelah Lebaran itu kemudian memantik rumor adanya indikasi guna-guna (santet).
Isu itu, meski belum sepenuhnya hilang, terbantahkan setelah tim kesehatan hewan dari Kementerian Pertanian, Balai Besar Veteriner Wates Yogyakarta, Disnak Provisi Jatim dan Disnak Kabupaten Tulungagung mendapati bukti adanya bakteri antraks berdasar hasil uji sampel di laboratorium BB Veteriner Yogyakarta.
"Sampel ini diambil dari satu ekor ternak sapi warga yang mati saat tim gabungan turun lapangan, dan hasilnya ternyata positif karena antraks. Akan tetapi sampel atas 44 ekor ternak sapi sehat yang diambil semua negatif antraks," kata Mulyanto. (*)
Baca juga: 168 hewan ternak di Gunung Kidul mati, ini penyebabnya
Baca juga: Gunung Kidul pastikan kasus antraks tak pengaruhi kunjungan wisatawan
Pewarta: Destyan H. Sujarwoko
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021