"Dengan begitu, tujuan untuk menuju sistem perpajakan yang sehat, adil dan berkesinambungan dapat tercapai dalam jangka menengah, namun tidak memberikan dampak negatif kepada masyarakat dan dunia usaha yang masih dalam situasi pandemi COVID-19," kata dia dalam keterangan pers di Jakarta, Kamis.
Puteri Anetta Komarudin dalam kegiatan webinar “Urgensi percepatan RUU KUP dalam rangka optimalisasi penerimaan pajak & kesejahteraan rakyat (tinjauan normatif & praktik)” mengatakan Komisi XI DPR RI bersikap sangat transparan dan informatif atas setiap tahapan RUU itu.
Sementara, webinar tersebut digelar oleh Simanungkalit Sihombing & Rekan, Counsellors at Law (SNR) dengan harapan memberikan kontribusi dalam mendorong terealisasinya UU KUP.
Baca juga: Ekonom CORE belum melihat urgensi wacana Tax Amnesty jilid II
Baca juga: Pemerintah akan tunjuk pihak lain untuk pungut pajak dalam RUU KUP
Baca juga: Pemerintah usulkan WP Badan lapor rugi dikenai PPh minimum 1 persen
Menurut SNR, faktor yang mendorong pembahasan revisi RUU KUP yakni pemikiran mengenai sistem perpajakan nasional yang dinilai belum mampu untuk mendukung keberlanjutan pembangunan dalam jangka menengah dan panjang.
Hal tersebut dapat dilihat dari kondisi APBN beberapa tahun terakhir, yang selalu meningkat sesuai perkembangan kebutuhan bernegara serta kebutuhan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi yang lebih baik, namun penerimaan perpajakan belum cukup optimal untuk mendukung pendanaan negara.
Menurut Managing Partner SNR Januardo Sihombing momentum penyusunan Rancangan Undang-Undang Ketentuan Umum Perpajakan kini sedang dielaborasi oleh Komisi XI DPR RI, dan telah dimuat dalam agenda Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.
"Serta diharapkan untuk dapat diundangkan di tahun 2022," ujarnya.
Pewarta: Boyke Ledy Watra
Editor: M Arief Iskandar
Copyright © ANTARA 2021