Pemerhati pendidikan dari Vox Point Indonesia Indra Charismiadji meminta agar Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) mematangkan rencana induk digitalisasi pendidikan.
“Lebih baik mengikuti jejak Singapura yang membuat perencanaan awal yang matang. Singapura sudah sejak 1997 membuat ICT Masterplan in Education sejak 1997,” ujar Indra di Jakarta, Senin.
Singapura, lanjut dia, besarnya hanya seperti satu kecamatan di Indonesia, hanya 300-an sekolah, tapi memiliki perencanaan digitalisasi pendidikan yang matang dan terukur dengan ICT Masterplan.
“Sementara kita yang memiliki 17.000 pulau dan 260.000 lebih sekolah serta 50 juta siswa, tidak memiliki perencanaan sama sekali. Singapura sekarang sudah masuk fase keempat dalam master plan tersebut dan di dalamnya lengkap bagaimana infrastruktur, infostruktur, dan infokulturnya. Kalau kita hanya fokus ke pengadaan laptopnya, tanpa ada kajian yang komprehensif, ya, siap-siap saja uang rakyat terbuang sia-sia,” kata dia.
Baca juga: Kemendikbudristek libatkan siswa SMK dalam perakitan laptop PDN
Baca juga: Nadiem: Program digitalisasi sekolah gunakan produk dalam negeri
Dia meminta agar Kemendikbduristek tidak mengikuti jejak Malaysia atau Thailand yang lebih mementingkan proyeknya daripada nilai manfaatnya. Malaysia gagal dengan proyek chromebook.
“Jangan sampai Indonesia masuk ke lubang yang sama, dengan menjalankan proyek yang sama di tengah pandemi COVID-19,” ujar dia.
Program digitalisasi pendidikan di Malaysia yakni 1Bestarinet menelan biaya hingga Rp14 triliun untuk menyediakan konektivitas internet dan menciptakan lingkungan belajar virtual pada 10.000 sekolah di Malaysia. Pengadaan laptop chromebook dan Learning Management System (LMS) menjadi bagian dari proyek itu.
“Saya kebetulan ikut bantu cuci piring di proyek itu di Malaysia. Infrastrukturnya disiapkan, Infostrukturnya disiapkan dengan LMS, tapi Infokulturnya tidak disentuh sama sekali. Laptop-laptop tersebut akhirnya banyak tidak digunakan karena guru tidak tahu cara memanfaatkannya dengan optimal," ujarnya.
Tim dia waktu itu terjun melatih dan mengimplementasikan lingkungan belajar virtual di sekolah-sekolah dasar kebangsaan China, ini juga karena orang tua mau membayar. Tidak terbayang apa yang terjadi dengan Indonesia yang hanya disiapkan laptop chromebook saja.
Proyek 1Bestarinet ini akhirnya dihentikan oleh pemerintah Malaysia pada 2019 karena berdasarkan hasil audit, hasilnya jauh di bawah harapan.
Sebelumnya, Kepala Biro Perencanaan Kemendikbudristek M Samsuri mengatakan pengadaan laptop chromebook sebesar Rp3,7 triliun di tahun 2021 ini merupakan program dengan tujuan untuk mengakselerasi kebijakan Merdeka Belajar dalam konteks menghasilkan pendidikan yang berkualitas dan merata bagi seluruh masyarakat Indonesia.
Samsuri mengatakan bahwa spesifikasi yang tercantum tersebut merupakan spesifikasi minimal. Nantinya pemerintah daerah yang menentukan pengadaan laptopnya.*
Baca juga: Sebagian siswa SMA kerjakan UASBN di gawai android
Baca juga: Sekolah pinjam laptop siswa-guru untuk UNBK
Pewarta: Indriani
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2021