• Beranda
  • Berita
  • Kisah begitu ketatnya protokol kesehatan Olimpiade Tokyo

Kisah begitu ketatnya protokol kesehatan Olimpiade Tokyo

5 Agustus 2021 12:31 WIB
Kisah begitu ketatnya protokol kesehatan Olimpiade Tokyo
Para relawan rutin mengingatkan peserta dan orang-orang yang terlibat dalam Olimpiade Tokyo agar mematuhi protokol kesehatan selama Olimpiade seperti salah satu adegan yang dibidik fotografer Reuters ini. (REUTERS/CLODAGH KILCOYNE)
Jika Anda menonton siaran langsung Olimpiade Tokyo, baik lewat streaming maupun televisi biasa, atau cuplikannya di internet, Anda mungkin tak asing dengan pemandangan atlet yang mengenakan masker begitu selesai berkompetisi.

Dari perenang yang masih basah kuyup karena baru keluar kolam renang Tokyo Aquatics Centre sampai atlet bulu tangkis termasuk juara ganda putri Greysia Polli/Apriyani Rahayu yang mesti bermasker begitu laga selesai padahal keringat belum kering. Semua harus bermasker sebelum dan setelah bertanding.

Di berbagai arena, atletik misalnya, para atlet mesti berbicara keras-keras saat berkonsultasi mengenai strategi lomba dengan pelatihnya, karena aturan jaga jarak sosial melarang mereka berdekatan.

Atlet-atlet atletik itu bolak balik menuju salah satu sisi lapangan yang dipisahkan ruang kosong selebar 3-4 meter. Di sini, atlet dan pelatih merundingkan strategi bermain.

Protokol kesehatan ini diterapkan ketat sekali oleh panitia Olimpiade yang bahkan liga-liga elite sepak bola profesional Eropa dan turnamen Euro 2020 pun tak bisa melakukannya.

Baca juga: Tokyo dinyatakan darurat COVID-19, Olimpiade digelar tanpa penonton

Jepang memang berbeda. Apa yang ditulis dengan apa yang dipraktikkan sangat sebangun, nyaris tak ada deviasi sedikit pun antara aturan dan praktik di lapangan, sampai atlet pun dipaksa mengenakan masker sekalipun masih berkeringat dan air membasahi muka mereka.

Tak ada pengecualian dan tak ada aturan yang hanya dicetak tebal-tebal dalam tulisan namun tak konsisten diterapkan di lapangan yang kerap terjadi pada masyarakat dan di negara yang setengah-setengah menerapkan aturan kesehatan terkait pandemi.

Mulai atlet dari negara miskin di Afrika sampai atlet dari negara kaya seperti Amerika Serikat, semua wajib masker, mesti menjaga jarak, dan tak seorang pun boleh meninggalkan gelembung Olimpiade.
 
Petenis asal Australia Ashleigh Barty memakai masker pelindung berbicara dengan staf karantina setelah tiba di Bandara Internasional Narita menjelang Olimpiade Tokyo 2020 di Narita, Jepang, Senin (19/7/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Kim Kyung-Hoon/hp/cfo (REUTERS/KIM KYUNG-HOON)

Baca juga: Panduan baru Olimpiade larang atlet berpelukan atau lakukan tos

Bahkan aturan seketat itu diberlakukan selama kontes adu otot antara atlet-atlet gulat yang menjadi cabang olahraga yang atlet-atletnya mustahil menjaga jarak.

Karate, tinju dan taekwondo ada masanya atlet saling berjauhan, dan kalaupun bertarung dekat pun tak akan terus-terusan saling mencengkeram.

Tapi gulat beda. "Berpegangan lebih kencang lebih dari sepasang kekasih, para pegulat saling bercampur keringat, ludah dan kadang kala darah. Paru-paru kembang kempis, mulut ternganga, nafas mereka terengah-engah sampai ke wajah mereka satu sama lain yang memerah. Dalam tubuh yang mengkilap karena adu keringat, mustahil bisa membedakan mana keringat lawan dan mana keringatnya sendiri".

Itu adalah prolog dari ulasan Associated Press mengenai protokol kesehatan yang diterapkan sangat ketat selama Olimpiade Tokyo.

Menyaksikan para pegulat bertarung, menyembulkan ironi jaga jarak dan protokol kesehatan. Tetapi jangan salah, sebelum pegulat-pegulat ini adu rangkul, mereka sudah melalui mekanisme kesehatan yang ketat sehingga aman untuk saling banting dan saling kunci di atas matras gulat.

Baca juga: Atlet Olimpiade ditendang dari Jepang jika langgar aturan COVID-19

Selanjutnya pesan keteladanan
Peraih medali emas lari 800m putra Olimpiade Tokyo 2020 asal Kenya Emmanuel Kipkurui Korir (tengah) bersama rekannya yang meraih perak Ferguson Rotich (kiri) dan peraih perunggu asal Polandia Patryk Dobek (kanan) mengenakan masker penutup mulut saat seremoni penyerahan medali di Olympic Stadium, Tokyo, Jepang, pada 5 Agustus 2021 (REUTERS/DYLAN MARTINEZ)


Pesan keteladanan kepada publik

Sementara para pegulat itu bertarung, segelintir orang menyaksikan mereka dari kejauhan. Semuanya bermasker dengan benar, bukan dipasang cuma mengalungi leher atau hanya menutup mulut.

Uniknya, mengutip AP, sekalipun nyaris tak ada penonton karena Olimpiade ini tak membolehkan ada penonton di dalam stadion, relawan-relawan tetap setia memegang spanduk bertuliskan "jaga jarak fisik".

Pegulat putri Brazil Aline Silva sampai berharap Olimpiade Tokyo bisa membawa pesan bahwa kecuali virus corona terkalahkan, maka siapa pun di mana pun harus tetap berhati-hati dan lebih menjaga kesehatan mereka sendiri serta orang lain.

Brazil mencatat angka kematian akibat COVID-19 paling tinggi kedua di dunia setelah 556.000 warganya kehilangan nyawa.

Baca juga: Lewati 500.000 kematian COVID, pakar Brazil beri peringatan

"Di Brazil, semua orang tahu bahwa yang paling baik dilakukan itu adalah tak mengadakan pesta dan hal-hal semacam itu. Tapi saya heran mereka tetap saja melakukannya," kata Silva. “Jadi kita perlu menunjukkan kepada semua orang bahwa saat ini kita mesti fokus bekerja seaman mungkin."

Fakta atlet seperti Silva dipaksa mengenakan masker padahal sudah divaksin dan lagi setiap hari menjalani tes COVID, menunjukkan pesan bahwa kita semua harus hati-hati dan menyeriusi pandemi ini.

Atlet sendiri adalah duta yang setiap waktu disorot kamera untuk kemudian menyebar ke seluruh dunia. Apa jadinya kalau mereka tak memberikan contoh yang benar di depan kamera?

Bagi pemerintah Jepang sendiri wajib masker lebih dari sekadar penting, namun juga pesan bahwa mereka mendengarkan kekhawatiran rakyat. Bahwa mereka sama seriusnya menghadapi pandemi ini sehingga tak peduli sehebat apa pun atlet asing dan sebesar apa pun negeri asal mereka, semua harus taat bermasker dan mematuhi protokol kesehatan.

Baca juga: Pelatih renang Australia minta maaf karena merobek masker

Silva yang berusia 34 tahun membidik Olimpiade Tokyo untuk menebus kegagalan meraih medali di negerinya sendiri sewaktu Olimpiade Rio 2016. Tapi ketika pandemi datang menerjang, dia memutuskan menunda bergulat, karena Silva ingin memberikan teladan kepada masyarakat pada era pandemi ini hidup tak bisa lagi dijalani dengan cara lama.

Silva memiliki paman yang menghabiskan 13 hari di rumah sakit karena terpapar COVID-19. Dia sendiri baru bisa berlatih setelah Brazil membuat gelembung kecil berprotokol kesehatan ketat di mana kontak fisik dari dunia luar dibatasi, demi bisa ke Olimpiade.

"Kita mesti ambil bagian agar semua orang bisa selamat. Saya mungkin tak akan mati gara-gara COVID tetapi saya tidak ingin menularkan penyakit ini kepada orang yang bisa meninggal karena penyakit ini,” kata Silva.

Seperti olimpian-olimpian lainnya, Silva dikerangkeng dalam gelembung sanitasi raksasa yang setiap hari diwajibkan menjalani tes. Gelempung itu dilengkapi lautan sanitizer dan dipagari aturan pembatasan bergerak yang ketat.

Mereka diperintahkan tak bergaul dengan orang di luar timnya. Tak boleh berpelukan, tos dan jabat tangan, meskipun terpaksa diabaikan saat atlet dalam suasana bahagia memenangkan kompetisi.

Atlet juga tak boleh menyaksikan cabang olahraga selain cabangnya sendiri atau berkeliaran di sekitar kota.

Baca juga: Langgar aturan virus, akreditasi dua atlet Georgia dicabut

Selanjutnya membuat atlet ...
Sejumlah atlet Loncat Indah memakai masker di wajah sebelum melakukan loncatan pada babak Final Loncat Indah 10 Meter Putri Sikronisasi di Kejuaraan Dunia Loncat Indah FINA 2021 dan pertandingan uji coba Akuatik Olimpiade Tokyo 2020 di Tokyo Aquatics Centre, Tokyo, Jepang, Minggu (2/5/2021). ANTARA FOTO/REUTERS/Issei Kato/wsj.

Membuat atlet tak lagi stres

Mereka harus makan di bilik kecil yang mereka bersihkan dengan tisu desinfektan dan dipisahkan oleh layar plastik tembus pandang yang membuat mereka sulit makan sambil mengobrol.

“Begitu masker dilepas, Anda hanya punya waktu 10 menit untuk makan guna mengurangi terpapar virus,” kata atlet polo air putri Australia, Matilda Kearns.

Tindakan pencegahan bahkan diperluas sampai ke aturan main di lapangan.

Tenis meja melarang atlet meniup bola sebelum melakukan servis yang biasa dilakukan atlet untuk mengusir debu dari bola. Atlet juga dilarang menyeka telapak tangan berkeringat di atas meja ping pong.

Sebelum pandemi, atlet hanya boleh menyeka keringat dengan handuk setelah setiap enam poin, guna menghindari trik melambat-lambatkan permainan. Kini, atlet dibolehkan sesukanya menggunakan handuk demi meja ping pong tak terbasahi keringat atlet. Atlet juga mesti bermasker dan sarung tangan saat memilih bola sebelum laga mulai.

Untuk bulu tangkis, ketika pemain merasa perlu mengganti kok yang dinilai sudah rusak, maka kini pebulu tangkis bisa mengambil sendiri kok baru dari dispenser, bukan lagi dari petugas pertandingan yang biasa membagikan kok.

Di arena tinju, pembersih berseragam akan masuk ring saat pergantian ronde guna menghilangkan keringat atau bahkan darah dari tali ring, bantalan sudut ring, dan kanvas, sebelum kedua petinju melanjutkan adu jotos untuk kemudian saling menumpahkan lagi keringat atau darah.

Pada angkat besi, barbel dibersihkan dengan disinfektan alkohol bedah setiap kali atlet menyelesaikan angkatan.

Dengan protokol seketat itu, tak heran jika di dalam gelembung Olimpiade, infeksi sangat bisa dikendalikan.
 
Seorang sukarelawan Olimpiade Tokyo 2020 menyerahkan sampel air liur kepada petugas untuk kemudian dilakukan tes PCR di Miyagi Stadium, selama berlangsungnya Olimpiade 2020 di Sendai, ibukota Perfektur Miyagi, Jepang, pada 31 Juli 2021  (ANTARA/REUTERS/AMR ABDALLAH DALSH)

Baca juga: Tokyo hadapi lonjakan kasus COVID-19, Olimpiade disorot lagi

Sejak 1 Juli, sudah 222.000 tes dilakukan kepada atlet dan ofisial seluruh kontingen dan hasilnya hanya 32 orang yang positif terpapar virus corona. Itu artinya tingkat infeksi di dalam gelembung Olimpiade hanya 0,01%.

Sebaliknya di luar gelembung Olimpiade, gara-gara varian delta yang lebih menular, infeksi di Tokyo mencatat rekor harian baru dan naik hampir tiga kali lipat dalam pekan pertama setelah Olimpiade dibuka pada 23 Juli. Otoritas Jepang menyebut lonjakan itu tak ada kaitannya dengan Olimpiade.

Situasi steril yang tanpa kompromi diterapkan Jepang itu menghilangkan kekhawatiran terinfeksi di kalangan banyak atlet, termasuk pegulat Finlandia Elias Kuosmanen yang sudah mendapatkan dua dosis vaksin COVID-19.

"Kami dites sepanjang waktu, jadi saya yakin lawan dan semua orang sudah bebas dari COVID-19,” kata dia. "saya tak lagi stres karena khawatir terinfeksi.”

Baca juga: Jepang akan tes COVID-19 untuk semua atlet Olimpiade setiap hari
Baca juga: Penyelenggara: Vaksin virus kunci terselenggaranya Olimpiade pada 2021
 

Pewarta: Jafar M Sidik
Editor: Junaydi Suswanto
Copyright © ANTARA 2021