"Enam rancangan SNI lingkup Komtek 37-01 Teknologi Grafika memasuki tahap jajak pendapat yang akan berakhir pada tanggal 2 Oktober 2021," kata Direktur Pengembangan Standar Infrastruktur, Penilaian Kesesuaian, Personal, dan Ekonomi Kreatif BSN Hendro Kusumo dalam keterangan di Jakarta, Selasa.
Enam rancangan SNI yang dirumuskan melalui metode adopsi identik tersebut yakni ISO 12643-5:2010 Teknologi grafika - Persyaratan keselamatan untuk sistem dan peralatan teknologi grafika - Bagian 5: Mesin cetak degel otonom; ISO 15397:2014 Teknologi grafika - Komunikasi sifat-sifat kertas grafika; ISO 2836:2021 Teknologi grafika – Cetakan dan tinta cetak – Penilaian ketahanan terhadap berbagai zat.
Kemudian, ISO 3664:2009 Teknologi grafika dan fotografi - Kondisi pengamatan; ISO 12643-3:2010 Teknologi grafika - Persyaratan keselamatan untuk sistem dan peralatan teknologi grafika - Bagian 3: Sistem dan peralatan penjilidan dan penyelesaian; dan ISO 20654:2017 Teknologi Grafika - Pengukuran dan penghitungan nilai nada warna khusus.
Hendro menuturkan sebagian besar percetakan di Indonesia masih belum menerapkan acuan dan kriteria serta persyaratan yang sesuai parameter standar yang seharusnya menjadi rujukan dalam aplikasi lapangan.
Baca juga: BSN rumuskan standar produk HPTL untuk lindungi konsumen
Cara efektif untuk mendapatkan kualitas hasil cetakan yang baik dan digemari masyarakat yaitu dengan menerapkan standar pada proses pencetakan. Oleh karenanya, BSN menetapkan standar terkait teknologi grafika. Sampai sekarang, terdapat 15 SNI terkait teknologi grafika.
Menurut Hendro, perkembangan desain dan teknologi grafika memberikan peluang kepada seluruh pihak untuk mengeksplorasi kreativitas dalam menghasilkan produk.
"Tanpa disadari produk grafika dan turunannya sudah melekat dalam kehidupan sehari-hari seperti buku, poster, baliho, gambar, kemasan, dan aplikasi lainnya," tuturnya.
Ia menuturkan industri grafika berkembang menjadi industri yang penting karena cakupannya tidak hanya terkait industri percetakan saja, tapi juga berkaitan dengan masalah lainnya, misalnya isu lingkungan terkait bahan yang digunakan dapat terurai, ada tidaknya jejak karbon dan bukan bahan berbahaya dan beracun, tingkat akurasi warna ataupun terkait dengan persyaratan kemasan untuk kebutuhan tertentu.
Memang, ada beberapa percetakan yang secara sistem manajemen telah bersertifikat ISO 9001:2008, tetapi dalam pelaksanaan proses bisnisnya belum mengetahui atau menerapkan parameter acuan yang relevan.
Hendro mengatakan penerapan SNI pada proses percetakan tidak hanya menghemat waktu, tetapi juga berkontribusi pada peningkatan kualitas hasil pencetakan.
"Barang cetakan yang diproduksi sesuai atau memenuhi persyaratan standar, diharapkan sudah memenuhi level mutu yang ditetapkan dalam standar," tutur Hendro.
Dengan ditetapkannya SNI, Hendro berharap akan banyak produsen yang menggunakannya sebagai acuan dan menerapkannya, sehingga produsen dapat menjaga kualitas produk serta meningkatkan produktivitas dan efisiensi usaha dengan persentase peningkatan yang sangat besar. Selain itu, kepercayaan konsumen terhadap produk dan perusahaan meningkat.
"Mutu produk lebih terjamin, dapat menurunkan jumlah komplain dari konsumen, produktivitas perusahaan meningkat, serta motivasi dan moral para pekerja juga meningkat," ujar Hendro.
Baca juga: BSN: SNI pada produk alkes penting dikembangkan
Baca juga: PANDI apresiasi BSN percepat perumusan SNI aksara daerah
Baca juga: BSN dorong perumusan SNI Aksara
Pewarta: Martha Herlinawati Simanjuntak
Editor: Triono Subagyo
Copyright © ANTARA 2021