• Beranda
  • Berita
  • Penelit: Lahan gambut rusak berkorelasi dengan potensi bencana banjir

Penelit: Lahan gambut rusak berkorelasi dengan potensi bencana banjir

16 November 2021 13:54 WIB
Penelit: Lahan gambut rusak berkorelasi dengan potensi bencana banjir
Tangkapan layar peneliti Pantau Gambut Agiel Prakoso dalam diskusi virtual dipantau dari Jakarta, Selasa (16/11/2021) (ANTARA/Prisca Triferna)

Menyebabkan gambut kehilangan fungsi alaminya untuk menyerap air

Lahan gambut yang terdegradasi dan kehilangan fungsinya untuk menyerap dan menyimpan air memiliki korelasi dengan potensi bencana hidrometeorologi seperti banjir, menurut peneliti Pantau Gambut Agiel Prakoso.

"Bisa dikatakan jawabannya iya, karena seperti yang kita ketahui bahwa aktivitas yang ada di atas wilayah lahan gambut ini sudah cukup masif," kata Agiel dalam diskusi virtual Pantau Gambut yang dipantau dari Jakarta pada Selasa.

Agiel mengatakan pemanfaatan gambut tanpa memperhitungkan isu kelestarian, seperti pengeringan lahan yang membuat ekosistem gambut kehilangan sifat basahnya, telah terjadi cukup lama. Menyikapi hal itu, pentingnya restorasi gambut secara masif telah digaungkan dalam beberapa waktu terakhir.

Namun, praktik pemanfaatan yang tidak lestari dan telah berjalan cukup lama mengakibatkan beberapa ekosistem berada dalam kondisi terdegradasi dan mengurangi fungsinya.

"Juga sudah mengalami pengurangan dari fungsinya yaitu menyerap jumlah air yang cukup banyak," jelas Agiel.

Baca juga: BRGM ajak petani kembangkan tambak ramah lingkungan

Baca juga: BRGM terus tingkatkan perekonomian "pejuang" gambut dan mangrove


Dia menjelaskan bahwa lahan gambut memiliki kemampuan untuk menyerap dan menyimpan air yang sang tinggi, bahkan sampai beberapa kali lipat dari bobotnya.

"Jadi ketika lahan gambut itu rusak, adanya aktivitas degradasi lahan, menyebabkan gambut kehilangan fungsi alaminya untuk menyerap air," katanya.

Salah satu untuk mencegah degradasi lahan gambut adalah dengan pemanfaatan paludikultur, yang membudidayakan tanaman tanpa proses pengeringan di lahan gambut. Tanaman yang dipilih juga merupakan jenis yang asli ekosistem gambut dan memiliki nilai ekonomi untuk pemanfaatan non-kayu.

Beberapa tanaman itu seperti purun, bayam air, pare, gaharu dan kayu putih.

"Dengan paludikultur ini kita berusaha melakukan kegiatan atau pengolahan lahan yang memperhatikan prinsip-prinsip gambut lestari," demikian Agiel.

Baca juga: Indonesia tegaskan komitmen perlindungan gambut di COP-26

Baca juga: Peneliti: Paludikultur dapat jadi solusi pemanfaatan gambut lestari

 

Pewarta: Prisca Triferna Violleta
Editor: Zita Meirina
Copyright © ANTARA 2021