Terakhir pada Senin (20/12) warga di kawasan elite Kemang, Prapanca, dan Warung Buncit, harus merasakan genangan air karena Sungai Krukut meluap akibat curah hujan tinggi.
Banjir yang menimpa kawasan Kemang bukan kali ini saja terjadi, pada 20 Februari 2021 bencana serupa juga menimpa kawasan ini.
Banjir yang melanda di DKI Jakarta memang tak hanya dialami warga di kawasan Kemang Jakarta Selatan, beberapa kelurahan lainnya kerap juga mengalami hal serupa.
Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat sedikitnya ada 82 kelurahan yang dilewati sungai, berada di cerukan, hingga drainase tak memadai, menjadi langganan banjir dengan kondisi beragam.
Berikut kelurahan-kelurahan di DKI Jakarta yang kerap mengalami banjir. Di Jakarta Selatan yakni, Cilandak Barat, Lebak Bulus, Pondok Labu, Cipete Utara, Petogogan. Kemudian Cipulir, Kebayoran Lama Utara, Pondok Pinang, Bangka, dan Kuningan Barat.
Kemudian, Mampang Prapatan, Pela Mampang, Tegal Parang, Kalibata, Pengadegan, Rawajati, Cilandak Timur, Jati Padang, Pejaten Timur, Bintaro, Petukangan Selatan, Ulujami, Bukit Duri, serta Kebon Baru, dan Manggarai.
Sedangkan di Jakarta Timur yakni, Cakung Timur, Pulo Gebang, Rawa Terate, Cibubur, Kelapa Dua Wetan, Rambutan, Pondok Bambu, Bidara Cina, Cipinang Besar Selatan, Cipinang Muara, Kampung Melayu, Cawang, dan Cililitan.
Selanjutnya, di Kelurahan Dukuh, Kramat Jati, Cipinang Melayu, Halim Perdana Kusuma, Kebon Pala, Makassar, Pinang Ranti, Kebon Manggis, Kalisari, dan Pekayon.
Baca juga: Permukiman di Mampang kembali banjir saat hujan deras sore ini
Di Jakarta Barat yakni, Cengkareng Barat, Cengkareng Timur, Duri Kosambi, Kapuk, Kedaung Kali Angke, Rawa Buaya, Jelambar Baru, Wijaya Kesuma, Semanan, Tegal Alur, Duri Kepa, Kedoya Selatan, Kedoya Utara, Joglo, Kembangan Selatan, Kembangan Utara, dan Pinangsia.
Di Jakarta Utara meliputi, Cilincing, Marunda, Semper Barat, Semper Timur, Suka Pura, Kelapa Gading Timur, Pegangsaan Dua, Tugu Selatan, Pademangan Barat, Kamal Muara. Berikutnya Kapuk Muara, Pejagalan, Penjaringan, Pluit, dan Tanjung Priok.
Sedangkan untuk Jakarta Pusat yakni di Kelurahan Karet Tengah dan Petamburan.
Tradisi
Persoalan banjir seolah-olah menjadi tradisi di DKI Jakarta setiap kali memasuki musim hujan. Kelurahan-kelurahan yang berada di kawasan langganan banjir sibuk menggelar aksi bersih-bersih saluran dan sungai dengan melibatkan warga.
Untuk tahun 2021, Dinas Sumber Daya Air (SDA) Provinsi DKI Jakarta, mengistilahkan penanganan banjir dengan program gerebek lumpur. Artinya berkolaborasi dengan berbagai pihak termasuk masyarakat untuk menormalkan kembali saluran dan sungai di kelurahan-kelurahan yang selama ini tergenang banjir.
Pengalaman banjir pada tahun-tahun sebelumnya penyebabnya akibat tidak berfugsinya secara maksimal saluran dan sungai air akibat sedimentasi berupa lumpur dan sampah membuat terjadinya pendangkalan.
Baca juga: Gerebek lumpur efektif kurangi genangan di Jakbar
Tak hanya saluran dan sungai, pendangkalan juga terjadi di waduk, embung, dan situ, sehingga gerebek lumpur juga dilaksanakan di titik-titik yang selama ini menjadi tempat parkir air.
Ternyata hasil dari gerebek lumpur ini memang tidak bisa disepelekan. Tercatat sebanyak 626.546 meter kubik lumpur diangkut dari 32 waduk di ibu kota.
Tak hanya itu dari hasil pengerukan 53 kali dan sungai berasil diangkut 533.048 meterkubik lumpur. Sedangkan untuk pengerukan di 1.051 saluran penghubung (Phb) berhasil mengeruk lumpur sebanyak 132.477 meter kubik.
Dengan demikian total 1.292.071 meterkubik lumpur yang berhasil diangkat dari waduk, embung, saluran, dan sungai (kali) di Jakarta. Apakah hasilnya efektif? Tentu saja tidak, karena volume hujan, aliran air dari hulu sungai, serta kondisi pasang surut di Teluk Jakarta sangat menentukan banjir di daerah-daerah itu.
Penanganan banjir di ibu kota tidak dapat dilaksanakan secara parsial, tapi harus komprehensif dan terintegrasi melibatkan seluruh pemangku kepentingan dari tingkat pusat hingga daerah. Pendekatannya juga tidak bisa hanya di hulu atau muara saja tapi harus menyeluruh secara teknis, vegetatif, hingga sosial.
Pendekatan teknis telah dicontohkan baik pemerintah pusat maupun daerah dengan membangun prasarana pengendali banjir mulai kanal Barat dan TImur, waduk, embung, polder, peninggian tanggul, hingga membuat sumur-sumur resapan.
Sedangkan untuk penanganan vegetasi berkaitan dengan mengembalikan fungsi Bopunjur (Bogor, Puncak, Cianjur) sebagai kawasan resapan Jakarta, mempertahankan zona hijau (konservasi) di hulu sungai, perbaikan hulu sungai, penataan kawasan, hingga menormalkan kembali aliran sungai
Kemudian untuk aspek sosial lebih kepada pemberdayaan masyarakat untuk memelihara lingkungan, menjaga agar tidak lagi menjadikan sungai sebagai tempat pembuangan sampah, hingga membangun resapan di pekarangan masing-masing.
Manajemen
Manajemen banjir memang sudah ditanggapi serius ke depan. Sifat air yang mencari tempat yang lebih rendah harus dipelajari dengan baik termasuk mengendalikan kecepatan air di saat hujan.
Seperti diketahui Bendung Katulampa selama ini menjadi indikator pengendalian banjir. Sebagai gambaran saat ketinggian air di Katulampa sudah siaga satu berarti banjir akan sampai Jakarta dalam waktu lima jam. Padahal tahun-tahun sebelumnya butuh waktu sembilan jam hingga air tersebut membanjiri Jakarta.
Kondisi demikian membuat pemerintah membangun Bendungan Ciawi dan Sukamahi yang bertujuan untuk memperlambat air masuk Jakarta di saat musim hujan. Dengan mengendalikan volume dan kecepatan air yang masuk ke Jakarta akan membuat banjir di DKI tertangani dengan baik.
Kedua bendungan ini seharusnya sudah menjalankan fungsinya mengendalikan banjir di DKI Jakarta pada awal tahun 2022.
Setidaknya terdapat 14 sungai yang melewati Jakarta selain Ciliwung yakni Kali Angke, Kali Baru Barat, Kali Baru Timur, Kali Buaran, Kali Cakung, Kali Cipinang, Kali Grogol, Kali Krukut, Kali Mookervaart, Kali Pesanggrahan, dan Kali Sekretaris, Kali Sunter.
Baca juga: Sudin Nakertrans-Energi siapkan genset untuk pasok listrik di posko
Mayoritas sungai-sungai ini mengalami kerusakan sehingga ketika musim hujan tidak sanggup lagi menampung air serta membuatnya meluap ke wilayah-wilayah sekitar yang lokasinya lebih rendah.
Penanganan sungai-sungai berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat melalui Balai Besar Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane yang menjalin kerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta untuk mengendalikan banjir saban tahunnya.
Untuk perbaikan yakni normalisasi sungai, diawali dari Ciliwung sepanjang 33 kilometer sedangkan yang telah dirampungkan baru 18 kilometer.
Tak hanya itu, pemerintah juga membangun Stasiun Pompa Ancol-Sentiong untuk mengurangi resiko banjir yang kerap menggenangi tiga kecamatan di Jakarta yakni Kecamatan Tanjung Priok, Pademangan, dan Kemayoran.
Metode pengendalian banjir Pompa Sentiong dilakukan dengan memompa air Kali Sentiong ketika elevasinya tinggi dan mengalirkannya kembali ke Teluk Jakarta.
Pompa Ancol-Sentiong digunakan untuk penanganan yang sifatnya "emergency", misalnya dilakukan pada Underpass Kemayoran yang sempat tergenang pada awal tahun 2020.
Seperti diketahui, kawasan ini kerap banjir tatkala air pasang atau dikenal dengan banjir rob. Dengan hadirnya pompa akan membuat ketinggian air di kawasan ini dapat terkendali meskipun cuaca sedang hujan dan laut pasang.
Baca juga: UPT Alkal Dinas SDA DKI uji fungsi 26 pompa mobile baru
Hadirnya pembangunan pengendali banjir ini memang dapat mengatasi persoalan banjir di Jakarta, tapi harus dibarengi dengan pengendalian lingkungan.
Tanpa ada perbaikan lingkungan terutama di hulu sungai, maka bendungan rentan mengalami sedimentasi sehingga fungsionalnya ke depan akan terus mengalami penurunan.
Hal serupa juga sungai-sungai yang masuk di Jakarta pemeliharaan harus mulai dari hulu dengan melibatkan pemerintahan yang selama ini menjadi penyangga Ibu Kota.
Ini yang membuat penanganan banjir tidak bisa sendiri, tetapi melibatkan banyak pihak termasuk masyarakat.
Baca juga: Sudin SDA Jakpus tambah 10 pompa mobile antisipasi genangan air
Pewarta: Ganet Dirgantara
Editor: Riza Harahap
Copyright © ANTARA 2021