Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) menargetkan penurunan persentase balita yang mendapatkan pola asuh tidak layak dari 3,73 persen pada 2018 menjadi 3,47 persen pada 2024.Empat dari 100 anak usia dini pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak
"Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, ditargetkan penurunan persentase balita yang mendapatkan pola asuh tidak layak dari 3,73 persen pada 2018 menjadi 3,47 persen pada 2024," ujar Deputi Bidang Pemenuhan Hak Anak Kemen PPPA Agustina Erni melalui siaran pers di Jakarta, Jumat.
Dia menjelaskan definisi pola asuh tidak layak adalah balita usia 0-4 tahun yang dalam seminggu terakhir pernah dititipkan atau diasuh oleh anak usia kurang dari 10 tahun tanpa pengawasan orang dewasa selama lebih dari satu jam atau pernah ditinggal sendiri selama lebih dari satu jam.
"Empat dari 100 anak usia dini pernah mendapatkan pengasuhan tidak layak," katanya.
Semen Data Survei Nasional Pengalaman Hidup Anak dan Remaja (SNPHAR) 2021 mencatat tiga dari 10 anak laki-laki dan empat dari 10 anak perempuan usia 13-17 tahun mengalami kekerasan dalam bentuk apapun sepanjang hidupnya.
Baca juga: Kemen PPPA: 1.4 juta balita Indonesia telantar
Baca juga: KPAI didesak tindak lanjuti laporan penelantaran balita
Erni mengatakan mendapatkan pola asuh yang baik adalah hak anak, seperti disebutkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA) bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri dan ketika orang tua tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya maka tanggung jawab tersebut beralih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap mengacu pada kepentingan terbaik bagi anak.
Menurutnya upaya untuk mengatasi masalah pengasuhan pada anak perlu kerja sama berbagai pemangku kepentingan di pemerintah daerah.
"Isu pengasuhan pada anak itu sangat kompleks karena lintas stakeholders. Isu tersebut tidak bisa diselesaikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) saja, tapi kita juga harus mengidentifikasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mana yang turut bertanggung jawab. Mengingat persentase balita dengan pengasuhan tidak layak juga menjadi indikator dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan perlu didorong dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)," tutur Erni.
Untuk itu, Kemen PPPA perlu mendorong sinergi dan kerja sama pemerintah pusat dan daerah dengan berbagai pihak pengampu untuk mencapai target tersebut.
Baca juga: Menteri PPPA jenguk balita korban penganiayaan di RSUP Sanglah
Erni mengatakan mendapatkan pola asuh yang baik adalah hak anak, seperti disebutkan dalam Konvensi Hak Anak (KHA) bahwa setiap anak berhak untuk diasuh oleh orang tuanya sendiri dan ketika orang tua tidak dapat melaksanakan tanggung jawabnya maka tanggung jawab tersebut beralih sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dengan tetap mengacu pada kepentingan terbaik bagi anak.
Menurutnya upaya untuk mengatasi masalah pengasuhan pada anak perlu kerja sama berbagai pemangku kepentingan di pemerintah daerah.
"Isu pengasuhan pada anak itu sangat kompleks karena lintas stakeholders. Isu tersebut tidak bisa diselesaikan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Dinas PPPA) saja, tapi kita juga harus mengidentifikasi Organisasi Perangkat Daerah (OPD) mana yang turut bertanggung jawab. Mengingat persentase balita dengan pengasuhan tidak layak juga menjadi indikator dalam Rencana Kerja Pemerintah Daerah (RKPD) dan perlu didorong dalam penyusunan Rencana Aksi Daerah (RAD)," tutur Erni.
Untuk itu, Kemen PPPA perlu mendorong sinergi dan kerja sama pemerintah pusat dan daerah dengan berbagai pihak pengampu untuk mencapai target tersebut.
Baca juga: Menteri PPPA jenguk balita korban penganiayaan di RSUP Sanglah
Baca juga: Polisi Aceh tangkap pelaku pencabulan balita
Pewarta: Anita Permata Dewi
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022