Konferensi Tingkat Tinggi G20 menjadi momen bagus bagi negara-negara Kelompok Dua Puluh untuk mengatasi krisis iklim dengan fokus memberikan pendanaan hanya untuk melakukan transisi energi hijau.sebaiknya fokus hanya untuk sektor hijau
Tema Presidensi G20 Indonesia yakni "Recover Together, Recover Stronger" memiliki konteks erat dengan penanganan pandemi, namun isu krisis iklim juga menjadi salah satu agenda pembahasan yang penting dalam pertemuan tersebut, kata Indonesia Digital Campaigner 350.org Jeri Asmoro di Jakarta, Kamis.
Maka, ia mengatakan, Presidensi G20 yang Indonesia emban saat ini menjadi momen bagus untuk mendorong agenda penting keluarnya kebijakan pendanaan penanganan krisis iklim yang fokus benar-benar hanya untuk mendanai transisi energi hijau, bukan lagi digunakan untuk bahan bakar fosil.
"Jika ngomong soal krisis iklim sebaiknya fokus hanya untuk sektor hijau. Itu catatan penting harus di-'address' sangat serius, alih-alih lari ke sektor energi fosil kayak PEN (Pemulihan Ekonomi Nasional) kemarin," ujar Jeri.
Baca juga: Presiden sebut energi hijau sebagai kekuatan Indonesia
Baca juga: PLN bangun 36 PLTS atap untuk perhelatan G20 di Bali
Sementara itu, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat Pius Ginting mengatakan tanggung jawab bersama yang diamanahkan Paris Agreement harus dibawa ke forum G20.
Konkretnya, menurut Pius, negara yang punya dana banyak dan teknologi yang mumpuni, serta memiliki sejarah sebagai pengemisi besar sejak masa revolusi industri, harus bertanggung jawab lebih.
Negara baju yang memiliki teknologi untuk energi baru terbarukan dapat membuka akses paten bagi negara-negara berkembang agar mereka terbantu selama masa transisi energi, kata Pius. "Terobosan-terobosan seperti itu perlu didorong ke negara maju di forum G20," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi resmikan PLTA Poso Energy dan Malea Energy di Sulawesi
Sementara itu, Koordinator Aksi Ekologi dan Emansipasi Rakyat Pius Ginting mengatakan tanggung jawab bersama yang diamanahkan Paris Agreement harus dibawa ke forum G20.
Konkretnya, menurut Pius, negara yang punya dana banyak dan teknologi yang mumpuni, serta memiliki sejarah sebagai pengemisi besar sejak masa revolusi industri, harus bertanggung jawab lebih.
Negara baju yang memiliki teknologi untuk energi baru terbarukan dapat membuka akses paten bagi negara-negara berkembang agar mereka terbantu selama masa transisi energi, kata Pius. "Terobosan-terobosan seperti itu perlu didorong ke negara maju di forum G20," katanya.
Baca juga: Presiden Jokowi resmikan PLTA Poso Energy dan Malea Energy di Sulawesi
Baca juga: Luhut: Pajak karbon jadikan listrik PLTU batu bara tak lagi murah
Indonesia, menurut dia, juga harus bertanggungjawab selaku pengekspor batu bara terbesar di dunia. Negara-negara kepulauan kecil di Pasifik tentu perlu menjadi perhatian untuk juga dibantu mengatasi kesengsaraan akibat pemanasan global yang dihasilkan dari aktivitas pembakaran energi fosil.
Perlu tersedia instrumen khusus untuk menyentuh elit ekonomi di Indonesia agar ikut bertanggung jawab atas emisi yang mereka hasilkan melalui perdagangan energi fosil tadi, kata Pius.
Ada pajak karbon yang dapat secara signifikan dimanfaatkan untuk melakukan transisi energi bersih. Namun harus benar-benar dipastikan dana tersebut memang untuk mengembangkan energi baru terbarukan.
Baca juga: Tiga BUMN berkolaborasi bangun kluster industri hijau
Indonesia, menurut dia, juga harus bertanggungjawab selaku pengekspor batu bara terbesar di dunia. Negara-negara kepulauan kecil di Pasifik tentu perlu menjadi perhatian untuk juga dibantu mengatasi kesengsaraan akibat pemanasan global yang dihasilkan dari aktivitas pembakaran energi fosil.
Perlu tersedia instrumen khusus untuk menyentuh elit ekonomi di Indonesia agar ikut bertanggung jawab atas emisi yang mereka hasilkan melalui perdagangan energi fosil tadi, kata Pius.
Ada pajak karbon yang dapat secara signifikan dimanfaatkan untuk melakukan transisi energi bersih. Namun harus benar-benar dipastikan dana tersebut memang untuk mengembangkan energi baru terbarukan.
Baca juga: Tiga BUMN berkolaborasi bangun kluster industri hijau
Pewarta: Virna P Setyorini
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022