Ketua Yayasan Stop Tuberkulosis Partnership Nurul HW Luntungan mengatakan Forum G20 berpeluang besar untuk mendongkrak investasi global dalam program eliminasi penyakit Tuberkulosis (TB).investasi TB merupakan hal yang fundamental
"Sebelum pandemi COVID-19, anggaran eliminasi TB setiap tahun ditargetkan 13 miliar dolar AS (Rp186 triliun lebih). Ternyata di 2020, anggaran per tahun untuk eliminasi TB 5,3 miliar dolar AS (Rp76 triliun lebih) belum sampai setengahnya," kata Nurul HW Luntungan dalam Bincang Media Hari TB Sedunia 2022 yang diikuti dari Zoom di Jakarta, Selasa.
Ia mengatakan salah satu penyebabnya dikarenakan investasi global lebih dominan untuk kegiatan pengendalian pandemi COVID-19.
Sebelum dunia dilanda COVID-19, katanya, TB merupakan penyakit menular yang paling mematikan di dunia. Bahkan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) melaporkan 10 juta orang di dunia sakit akibat TB dan sampai sekarang masih ada 4,1 juta pasien tidak terdeteksi dan belum terobati karena keterbatasan mobilisasi dan keterbatasan alokasi anggaran.
Baca juga: Indonesia dorong investasi global untuk eliminasi TB
Baca juga: Aplikasi Sobat TB bisa tingkatkan temuan kasus aktif untuk diobati
Nurul mengatakan kebutuhan ideal investasi riset TB ditargetkan 2 miliar dolar AS per tahun atau setara Rp28,6 triliun. Tapi sampai 2019, anggaran yang dialokasikan berkisar 900 juta dolar AS atau Rp12,9 triliun . "Lagi-lagi, belum sampai 50 persen investasi," katanya.
Dampaknya, kecepatan eliminasi TB tidak berjalan sesuai harapan dan mempengaruhi tatanan ekonomi global. "Diperkirakan dengan keadaan status quo saat ini, maka lebih dari 31 juta orang meninggal setiap tahunnya karena TB dan ini memicu kerugian ekonomi global sebesar 18,5 triliun dolar antara 2020-2050. Ini penelitian pada 2021," katanya.
Nurul optimistis bahwa Forum G20 yang diisi jajaran negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa, berpeluang besar mendongkrak investasi global dalam upaya eliminasi TB.
"Indonesia telah sepakat untuk membahas investasi global pada tata ulang arsitektur kesehatan, di dalamnya menyangkut isu TB," katanya.
Baca juga: Kemenkes dorong peningkatan TPT untuk cegah tuberkulosis
Baca juga: Skrining TB mobile Yogyakarta berpotensi dikembangkan ke daerah lain
Nurul mengatakan kebutuhan ideal investasi riset TB ditargetkan 2 miliar dolar AS per tahun atau setara Rp28,6 triliun. Tapi sampai 2019, anggaran yang dialokasikan berkisar 900 juta dolar AS atau Rp12,9 triliun . "Lagi-lagi, belum sampai 50 persen investasi," katanya.
Dampaknya, kecepatan eliminasi TB tidak berjalan sesuai harapan dan mempengaruhi tatanan ekonomi global. "Diperkirakan dengan keadaan status quo saat ini, maka lebih dari 31 juta orang meninggal setiap tahunnya karena TB dan ini memicu kerugian ekonomi global sebesar 18,5 triliun dolar antara 2020-2050. Ini penelitian pada 2021," katanya.
Nurul optimistis bahwa Forum G20 yang diisi jajaran negara dengan perekonomian besar di dunia ditambah dengan Uni Eropa, berpeluang besar mendongkrak investasi global dalam upaya eliminasi TB.
"Indonesia telah sepakat untuk membahas investasi global pada tata ulang arsitektur kesehatan, di dalamnya menyangkut isu TB," katanya.
Baca juga: Kemenkes dorong peningkatan TPT untuk cegah tuberkulosis
Baca juga: Skrining TB mobile Yogyakarta berpotensi dikembangkan ke daerah lain
Belajar dari pandemi COVID-19, katanya, dalam 11 bulan pandemi pemerintah mancanegara mampu memobilisasi investasi 104 triliun dolar AS untuk vaksin dan pengobatan COVID-19. Angka tersebut 114 kali lipat pendanaan untuk TB.
"Kita melihat peningkatan investasi TB merupakan hal yang fundamental sebagai solusi permasalahan kesehatan global. Indonesia dapat memperkuat dukungan multilateral masuk dalam agenda negara lainnya," katanya.
Baca juga: Pakar: Tuberkulosis di Indonesia harus ditangani bersama
Baca juga: TBC juga mematikan seperti COVID-19
Pewarta: Andi Firdaus
Editor: Budhi Santoso
Copyright © ANTARA 2022