"Saya hanya seorang pensiunan guru SD, pendidikan saya pun tidak seberapa. Hasil kerajinan yang membuat saya bisa keliling Asia, Afrika, Eropa bahkan Amerika," kata Ester pada Seminar RKB (Rumah Kreatif BUMN) di Manokwari, Selasa.
Wanita yang akrab dipanggil Mama Kerewai ini adalah satu dari sekian seniman perempuan asli Papua yang masih eksis dan siap bersaing, meski usianya tak lagi muda.
Bahkan, saat ini ia sudah memanfaatkan berkembangan digital untuk memperdagangkan karyanya. Melalui bimbingan RKB Manokwari, dia menjual produknya secara online.
Ia terlahir dua hari sebelum Ir Soekarno memproklamasikan Kemerdekaan RI pada tahun 1945 lalu. Saat ini usianya menjelang 73 tahun, namun siapa menyangka jari jemarinya masih sangat terampil merangkai kerajinan yang memiliki nilai ekonomi tinggi.
Hasil karyanya puluhan kali menghiasi pameran dan festival budaya di Papua dan Papua Barat, di penjuru Indonesia, serta beberapa negara di Benua Asia, Afrika, Australia hingga Eropa.
Ketekunan serta keyakinan wanita ini patut menjadi inspirasi bagi seluruh anak bangsa, termasuk pelajar dari Sumatera Utara yang berkunjung ke Papua Barat melalui program BUMN hadir untuk negeri ini.
Menurut Ester, anak-anak bangsa harus pantang menganggur, mengingat banyak potensi sumber daya alam yang bisa dioleh menjadi barang berharga dan menghasilkan uang.
Wanita yang juga akrab disapa Mama Rambut putih ini mulai menggeluti wiraswasta bidang aksesoris pernak-pernik ini sejak tahun 1992 sembari menjalankan kewajibanya sebagai seorang pendidik.
Ratusan karya terlahir dari jari-jemarinya, dari kalung, pas bunga, anting, penghias dinding, gantungan kunci hingga boneka cantik hingga miniatur burung Kasuari.
Cukup sederhana, untuk menghasilkan karya bernilai ekonomi ini wanita itu hanya memanfaatkan sampah-sampah organik. Kulit kerang, buah pinang kering, dan bahan alam tak terpakai lainya menjadi bahan berharga bagi dia.
Bahan-bahan ini mudah didapat di Manokwari dan sebagian besar pulau-pulau di Papua maupun Papua Barat.
Imajinasinya tak pernah habis, idenya terus mengalir untuk membuat karya baru. Alhasil, pernak-pernik cantik yang ia hasilkan mampu menembus pasar dan menarik minat pembeli baik dalam maupun luar negeri.
"Saya sudah pernah ke Belanda, Jerman, Tokyo (Jepang), Tiongkok, Prancis, Jenewa, Belgia. Saya cuma bawa ini," katanya seraya menunjukkan miniatur burung Kasuari yang terbuat dari sampah alam.
Meski sudah berkeliling ke sejumlah negara Ester mengaku belum pernah menginjakan kaki di Sumatera Utara. Ia berharap kesempatan membawanya untuk berkunjung ke daerah yang terkenal dengan kain ulos dan danau Toba tersebut.
Selain berbagi pengalaman, mama Kerewai pada kegiatan yang dikoordinir Bank Mandiri itu ia juga membagikan miniatur burung Kasuari, satwa khas Papua. 33 pelajar dan dua guru pendamping dalam rombongan ini masing-masing memperoleh kenang-kenangan dari Mama rambut putih.
Baca juga: 3.000 pengusaha pemula Papua terima akta notaris gratis
Baca juga: Beli produk Wamena Papua di toko online
Baca juga: Disdik Sumut apresiasi Siswa Mengenal Nusantara
Baca juga: Peserta Siswa Mengenal Nusantara terseleksi karena prestasi
Pewarta: Toyiban
Editor: Aditia Maruli Radja
Copyright © ANTARA 2018