• Beranda
  • Berita
  • "Obral izin" konsensi lahan gambut sebelum pemerintahan Jokowi picu karhutla

"Obral izin" konsensi lahan gambut sebelum pemerintahan Jokowi picu karhutla

25 Agustus 2018 20:49 WIB
"Obral izin" konsensi lahan gambut sebelum pemerintahan Jokowi picu karhutla
Arsip Petugas TNI berusaha memadamkan kebakaran lahan gambut yang terjadi di Kecamatan Kubu Babusalam, Kabupaten Rokan Hilir, Riau, Jumat (17/8/2018). Satgas Karhutla Riau terus melakukan upaya pemadaman dari darat dan udara agar kebakaran lahan gambut tidak semakin meluas. (ANTARA FOTO/Rony Muharrman)

Atas apa yang telah dilakukan oleh Presiden tersebut itulah yang membuat Walhi Kalteng menggugat. Jadi landasan kejadiannya adalah karhutla tahun 2015, meski sebenarnya bencana seperti itu sudah lama terjadi."

Jakarta (ANTARA News) - Guru Besar Fakultas Kehutanan Institut Pertanian Bogor Prof Dr Bambang Hero Saharjo, M.Agr mengungkapkan banyak penyebab kebakaran hutan dan lahan, namun yang paling mendasar adalah "obral izin" di pemerintahan sebelumnya mengakibatkan alih fungsi lahan gambut.

"Selama tujuh periode kabinet pemerintah, izin yang dikeluarkan mencapai 42.253.234 hektare (ha)," katanya dalam keterangan persnya di Jakarta, Sabtu.

Data rekapitulasi pelepasan kawasan hutan, kata Profesor Bambang Heo Saharjo, izin terbesar terjadi sepanjang periode 2005-2014, sebelum Presiden Jokowi menjabat. Izin yang diberikan "jor-joran" itu semakin diperparah dengan lemahnya penegakan hukum, hingga ketidaksiapan pemerintah saat titik api sudah meluas.

"Khusus di Kalteng bahkan ditemukan ada perusahaan perkebunan sawit puluhan ribu ha justru berdiri di atas kawasan hutan, bahkan mereka sudah sejak awal melakukan penyiapan lahan dengan pembakaran. Inilah bukti bahwa terjadi pembiaran dan lemahnya penegakan hukum di pemerintahan sebelumnya," ungkap Bambang.

Barulah pada pemerintahan Presiden Jokowi, berbagai izin di lahan gambut dimoratorium atau dihentikan sementara waktu. Proses hukum kebakaran hutan dan lahan (karhutla) benar-benar ditegakkan hingga berani menjerat korporasi besar yang lalai.

Bahkan kasus karhutla di Kalteng tahun 2015, sudah ada yang diputus di pengadilan. Belajar dari karhutla 2015, Presiden Jokowi langsung mengambil langkah cepat dan tegas.

"Itu harus kita akui bahwa terjadi perubahan besar-besaran dalam menangani karhutla di Indonesia," kata Bambang.

Dia mengemukakan, saat baru menjabat sebagai Meteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LKH), Siti Nurbaya sebenarnya sudah langsung turun ke daerah-daerah dengan tingkat kerawanan tinggi untuk mengingatkan dan menyiapkan berbagai kemungkinan terburuk.

"Sayangnya, harus diakui bahwa saat itu tidak semua intansi terkait mempercayai prediksi El Nino tersebut, meski Menteri LHK sebenarnya sudah turun langsung," ungkap Bambang.

Barulah pada bulan Juni 2015, pergerakan kebakaran seperti tidak tertahan sehingga terus berlanjut yang mengakibatkan karhutla hebat. "`Karena belum sampai satu tahun menjabat, tentu penanganan pengendalian karhutla yang dilakukan pemerintahan Presiden Jokowi saat itu berdasarkan cara-cara dan kebijakan yang ada sebelumnya,`` kata Bambang.


Gagal

Cara-cara dan kebijakan pendahulunya ternyata sama sekali gagal mengatasi meluasnya titik api di tahun 2015. Sekitar 2,6 juta hektare (ha) hutan dan lahan diketahui terbakar tanpa terkendalikan di awal masa pemerintahan Jokowi.

"Atas apa yang telah dilakukan oleh Presiden tersebut itulah yang membuat Walhi Kalteng menggugat. Jadi landasan kejadiannya adalah karhutla tahun 2015, meski sebenarnya bencana seperti itu sudah lama terjadi," kata Bambang.

Sebenarnya bersamaan dengan masuknya gugatan tersebut, Pemerintahan Presiden Jokowi melalui Kementerian LHK, kata Bambang, sudah langsung melakukan penegakan hukum dengan sasaran korporasi atau perusahaan yang dinilai lalai menjaga lahan mereka sehingga terbakar di tahun 2015.

Menyasar perusahaan besar dalam kasus karhutla merupakan hal yang tidak seberani dilakukan pemerintah sebelumnya.

"Langkah berani dan tegas dikeluarkan oleh Menteri LHK saat itu dengan mengeluarkan Permen LHK 77 Tahun 2015 tentang Pengambilan Areal Bekas Kebakaran di dalam konsesi, setelah sebelumnya juga mengeluarkan SE 495/2015 yang meminta korporasi menghentikan semua kegiatan pemanfaatan gambut dan kanal yang mengakibatkan gambut mengering," ungkap Bambang.

Langkah berani diambil Presiden Joko Widodo di awal masa jabatannya karena memang sebagian besar karhutla terjadi di lahan gambut dan berada di dalam wilayah konsensi. Perusahaan dinilai tidak memiliki kesiapan SDM yang memadai, melakukan pembiaran, bahkan kesengajaan dan selama ini selalu bisa mengelak dari hukum saat terjadi karhutla.

"Fakta ini menunjukkan bahwa dalam waktu yang singkat Presiden Jokowi telah berani mengeluarkan kebijakan yang belum pernah dikeluarkan oleh pendahulu-pendahulunya,`` kata Bambang.

Baca juga: Gugatan kepada Presiden karena kegagalan pemerintah sebelumnya
Baca juga: Pemerintah tempuh kasasi terkait putusan Karhutla Kalteng

Baca juga: Hampir 500 perusahaan kena sanksi terkait lingkungan

Pewarta: Sri Muryono
Editor: Kunto Wibisono
Copyright © ANTARA 2018