• Beranda
  • Berita
  • Miris, satu keluarga tinggal di gubuk beralaskan tanah

Miris, satu keluarga tinggal di gubuk beralaskan tanah

11 Oktober 2019 15:23 WIB
Miris, satu keluarga tinggal di gubuk beralaskan tanah
Satu keluarga tinggal di gubuk reot, beralaskan tanah dan berdindingkan seng bekas kandang ayam di Gang Kelompok Tani, Desa Mega Timur, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. (Istimewa)
Miris, satu keluarga tinggal di gubuk reot, beralaskan tanah dan berdindingkan seng bekas kandang ayam di Gang Kelompok Tani, Desa Mega Timur, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat.

"Kehidupan keluarga ibu Lena memang sangat memprihatinkan sehingga perlu mendapat perhatian, terutama pada tempat tinggal yang sangat tidak layak," kata Guru SMPN 23 Kabupaten Kubu Raya, Puji di Mega Timur, Jumat.

Ia berharap, Pemerintah Kabupaten Kubu Raya khususnya dan Pemprov Kalbar umumnya agar memberikan bantuan berupa perbaikan rumah layak huni.

Baca juga: Separuh lebih rumah warga Bangkalan tak layak huni

Baca juga: Rumah gubuk di antara perumahan elit BSD perlu uluran dermawan

 
Satu keluarga tinggal di gubuk reot, beralaskan tanah dan berdindingkan seng bekas kandang ayam di Gang Kelompok Tani, Desa Mega Timur, Kecamatan Ambawang, Kabupaten Kubu Raya, Provinsi Kalimantan Barat. (Istimewa)



"Semoga dengan diberitakan oleh teman-teman media, maka Pemkab Kubu Raya dan Pemprov Kalbar menjadi mengetahui kalau ternyata ada warganya yang hidup dalam kondisi memprihatinkan dan membutuhkan bantuan," ujarnya.

Sementara itu, Lena (39) menyatakan, suaminya hanya bekerja sebagai buruh lepas (serabutan) dengan penghasilan yang tidak tetap.

Lena tinggal dengan empat anaknya. Yang tertua kelas delapan SMP dan terpaksa putus sekolah karena tidak memiliki biaya, dan yang paling kecil berusia satu tahun empat bulan, tinggal di rumah gubuk berukuran tiga kali tiga meter tersebut.

"Kami tinggal di sini baru dua bulan, dan tanah yang kami dirikan gubuk ini juga punya warga yang prihatin dengan kondisi kami, karena kalau ngontrak rumah, kami tidak mampu," ungkapnya.

Ia menambahkan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari dirinya mencari sayur pakis yang diambilnya di hutan sekitar rumahnya dengan penghasilan sebesar Rp10 ribu/hari, sementara suaminya bekerja sebagai buruh lepas.

"Karena tidak memiliki biaya, dua anaknya terpaksa putus sekolah, satu sekolah di tingkat sekolah dasar dan yang tertua tingkat SMP," katanya

Dia berharap pemerintah memperhatikan mereka dan keempat anaknya bisa melanjutkan sekolah sehingga bisa merubah nasib keluarganya agar lebih baik lagi ke depan.*

Baca juga: Rumah tak layak huni di Kalteng capai 128 ribu unit

Baca juga: Indocement renovasi ratusan rumah tak layak huni

Pewarta: Andilala
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019