• Beranda
  • Berita
  • Kenaikan iuran BPJS dan sikap warga memilih turun kelas

Kenaikan iuran BPJS dan sikap warga memilih turun kelas

14 November 2019 11:40 WIB
Kenaikan iuran BPJS dan sikap warga memilih turun kelas
Peserta BPJS Kesehatan melihat papan pengumuman di kantor BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang, Kepulauan Riau. (ANTARA/Ogen)
Sejak pemerintah pusat mengeluarkan kebijakan menaikkan tarif iuran BPJS Kesehatan, warga Kota Tanjungpinang, Provinsi Kepulauan Riau, beramai-ramai mengajukan turun kelas kepesertaan.

BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang mencatat dalam sehari sedikitnya ada 15 sampai 20 orang yang mengajukan turun kelas, mulai dari kelas I ke kelas III, maupun dari kelas II ke kelas III. "Total kunjungan BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang per hari 75 orang dan 15 hingga 20 di antaranya meminta pelayanan turun kelas," kata Kepala BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang, Agung Utama, Kamis.

Agung menyampaikan syarat untuk mengajukan turun kelas kepesertaan itu tidak rumit, yang paling penting peserta tersebut sudah terdaftar di BPJS Kesehatan lebih dari satu tahun.

Disinggung dampak dari peserta yang mengajukan turun kelas tersebut, Agung mengatakan tidak ada dampak sama sekali, kecuali masyarakat berhutang atau tidak membayar iuran, karena hal itu dapat mengganggu kinerja BPJS Kesehatan.

"Selagi masih membayar tidak akan memberi dampak. Maka itu kami harapkan masyarakat rutin membayar iuran sebelum tanggal 10," katanya.

Kemudian, untuk masyarakat tak ada instruksi harus mendaftar pada kelas tertentu, masyarakat bebas memilih kelas kepesertaan sesuai kemampuan masing-masing.

"Kita hanya menyampaikan masalah kenaikan iuran, untuk pemilihan kelas kepesertaan itu hak masyarakat," katanya.

Sementara, salah seorang peserta BPJS Kesehatan, Feri Irawan, mengaku terpaksa menurun kepesertaan dari kelas I ke kelas III karena tak sanggup untuk membayar iuran yang menurutnya terlalu mahal.

"Iuran BPJS kelas I yang awalnya Rp80 ribu kini naik menjadi Rp160 ribu. Sementara saya punya tanggungan istri dan dua anak, mana sanggup buat bayar," ujar pria yang berprofesi sebagai pedagang buah-buahan tersebut.

Baca juga: Direktur BPJS Kesehatan: Kenaikan tidak pengaruhi standar layanan

Baca juga: Ketua DJSN: Kenaikan iuran untuk keberlanjutan BPJS Kesehatan

Baca juga: Pimpinan buruh dukung subsidi bagi Kelas III mandiri BPJS Kesehatan



Aksi kumpul koin

Di Meulaboh, sejumlah mahasiswa yang tergabung dalam Gerakan Peduli Aceh (GeMPA) Kabupaten Aceh Barat menyerahkan uang tunai dalam bentuk koin kepada Badan Penyelenggaraan Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Cabang Meulaboh, Rabu (13/11).

“Aksi yang kami lakukan ini sebagai bentuk keprihatinan terhadap naiknya iuran BPJS Kesehatan, sekaligus sebagai bentuk protes,” kata Koordinator aksi, Mohammad Abrar.

Aksi ini dilakukan sebagai bentuk protes terhadap kenaikan iuran kesehatan yang akan berlaku per tanggal 1 Januari 2020.


Namun, penyerahan Rp490 ribu uang koin yang dikumpulkan dari masyarakat tersebut ditolak oleh Kepala BPJS Kesehatan Cabang Meulaboh, Mahmul Ahyar.

Meski sudah menyerahkan uang koin, hingga sore hari uang tersebut masih dibiarkan terletak di halaman Kantor BPJS Kesehatan Cabang Meulaboh di Desa Rundeng, Kecamatan Johan Pahlawan, Aceh Barat.

Kepala BPJS Kesehatan Cabang Meulaboh, Mahmul Ahyar mengatakan tidak bisa menerima koin tersebut karena melanggar aturan yang berlaku.

“Tidak ada dasar kami menerima koin yang dikumpulkan oleh adik-adik mahasiswa. Saya sudah minta maaf kepada mereka karena memang tidak ada aturan yang membolehkan kami menerima sesuatu dalam bentuk uang tunai demikian, jadi kita tidak bisa menerimanya,” kata dia.

Baca juga: Menko PMK: Acuan kenaikan iuran BPJS Perpres 75/2019

Baca juga: Peserta BPJS mandiri di Kulon Progo mulai menurunkan kelas kepesertaan

Baca juga: FEB UI sebut kenaikan iuran BPJS tak berpengaruh besar pada defisit



Gencar sosialisasi

BPJS Kesehatan Cabang Tanjungpinang kini tengah gencar menyosialisasikan penyesuaian iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dan Kartu Indonesia Sehat (KIS), setelah terbitnya Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 75 tahun 2019 terkait perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang jaminan kesehatan.

"Dalam Perpres tersebut terdapat beberapa perubahan penyesuaian iuran yang patut diketahui oleh masyarakat," kata Agung.

Penyesuaian tarif yang dimaksud Agung, yakni untuk kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI). Khusus peserta PBI yang ditanggung oleh pemerintah pusat sebesar Rp42.000, berlaku 1 Agustus 2019.

Sementara, peserta PBI yang didaftarkan oleh pemerintah daerah mendapat bantuan pendanaan dari pemerintah pusat sebesar Rp19.000/orang setiap bulan untuk pelayanan 1 Agustus - 31 Desember 2019.

Kemudian, kategori peserta Pekerja Penerima Upah (PPU), batas paling tinggi gaji atau upah per bulan yang digunakan yaitu sebesar Rp12 juta, dengan komposisi 5 persen dari gaji atau upah per bulan, dan dibayar dengan ketentuan 4 persen dibayar oleh pemberi kerja, dan 1 persen dibayar oleh peserta.

Adapun peserta PPU tingkat pusat yang merupakan pejabat negara, pimpinan dan anggota DPR, PNS, prajurit TNI, dan anggota POLRI, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai 1 Oktober 2019.

Sementara, peserta PPU tingkat daerah yang merupakan kepala dan wakil kepala daerah, pimpinan dan Anggota DPRD daerah, PNS daerah, perangkat desa berlaku mulai 1 Januari 2020.

"Peserta PPU yang merupakan pekerja swasta, pemberlakuan penyesuaian iuran mulai tanggal 1 Januari 2019," katanya.

Lalu untuk tarif iuran kategori peserta Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang berlaku mulai tanggal 1 Januari 2019, untuk kelas III menjadi Rp42.000, kelas II menjadi Rp110.000, kelas I menjadi Rp160.000.

Baca juga: Pernyataan Menkes-Dirut BPJS Kesehatan soal kenaikan iuran diprotes

Baca juga: Peneliti: Tidak wajar, kenaikan iuran BPJS Kesehatan 100 persen

Baca juga: Masyarakat miskin jangan khawatir kenaikan iuran BPJS Kesehatan



Pembayar iuran terbesar

Jika melihat ketentuan penyesuaian iuran dalam Perpres tersebut, pemerintah masih menjadi pembayar iuran terbesar, di mana pemerintah menanggung 73,63 persen dari total besaran penyesuaian iuran yang akan ditanggung melalui peserta PBI APBN.

“Besaran iuran yang akan disesuaikan tidak lah besar apabila dibandingkan dengan besarnya manfaat yang diberikan oleh program JKN-KIS ketika ada peserta yang sakit atau membutuhkan layanan kesehatan,” katanya.


Dikatakannya, untuk buruh dan pemberi kerja, penyesuaian iuran hanya berdampak pada pekerja dengan upah di atas Rp8 juta sampai dengan Rp12 juta saja. Artinya, pekerja dengan upah di bawah nominal tersebut tidak terkena dampak.

Penyesuaian tarif, hanya menambah sebesar Rp 27.078 per bulan per buruh, di mana angka ini sudah termasuk untuk lima orang yaitu pekerja, satu orang pasangan (suami/istri) dan tiga orang anak.

"Artinya beban buruh sebesar Rp5.400 per jiwa per bulan, ini sama sekali tidak menurunkan daya beli buruh seperti yang di kabarkan,” tuturnya.

Agung berharap melalui penyesuaian iuran dalam Program JKN-KIS akan mengalami perbaikan secara sistematik.

Pekerjaan rumah lain untuk perbaikan program ini akan terus dilaksanakan, misalnya perbaikan dari segi aspek pemanfaatan serta kualitas layanan kesehatan dan manajemen kepesertaan.*

Baca juga: Ada pro kontra di Tanjungpinang atas kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Baca juga: DPRD Jember sesalkan kenaikan iuran BPJS Kesehatan

Baca juga: Cara turun kelas kepesertaan jelang kenaikan iuran BPJS Kesehatan


 

Pewarta: Ogen
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019