"Paradigmanya berbeda. Kalau hak ini wajib dipenuhi," kata Gufroni Sakaril dalam media briefing di Jakarta, Senin, dalam rangkaian Peringatan Hari Disabilitas Internasional yang diperingati setiap 3 Desember.
Dia mengatakan isu diskriminasi dan stigma terkait penyandang disabilitas masih ada, baik dalam keluarga, di sekolah maupun masyarakat.
Stigma yang disematkan kepada penyandang disabilitas antara lain ketidakmampuan berperan dan berkontribusi dalam berbagai hal.
Padahal, menurut Gufroni, penyandang disabilitas mempunyai kemampuan yang sama dengan yang lainnya, namun tidak memiliki kesempatan.
Baca juga: Sesmenpora pastikan penyelenggaraan Peparnas tetap di Papua
Baca juga: BKN alokasikan kuota dua persen jalur khusus disabilitas
Baca juga: Pemerhati: Penyandang disabilitas diharapkan tingkatkan kemampuan
Kondisi umum penyandang disabilitas saat ini sebagian besar hak dan kebutuhannya belum sepenuhnya terpenuhi, mulai dari stigma negatif dan diskriminasi. Akses mereka terhadap fasilitas dan layanan publik terbatas serta tingkat partisipasi yang rendah, baik pada sektor pendidikan, pelatihan, penempatan kerja dan lainnya.
Berdasarkan survei penduduk antar sensus (Supas) 2015, jumlah penyandang disabilitas di Indonesia saat ini mencapai 21,84 juta orang atau 8,56 persen dari total penduduk.
Karena itu, peringatan Hari Disabilitas Internasional (HDI) wajib dilaksanakan setiap tahun dengan tema berbeda dan perkembangan yang lebih baik dalam penanganan disabilitas.
Direktur Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Kementerian Sosial Margowiyono mengatakan peringatan HDI mulai dilakukan sejak 1996 secara nasional yang bertujuan untuk memberi dukungan dan perhatian kepada perlindungan disabilitas.*
Baca juga: Pemerhati: Penyandang disabilitas bisa mandiri lewat wirausaha
Baca juga: Pemerhati sebut perlu pemberdayaan pekerja disabilitas
Baca juga: Pemerintah agar terapkan sistem lebih baik kuota kuota disabilitas
Pewarta: Desi Purnamawati
Editor: Erafzon Saptiyulda AS
Copyright © ANTARA 2019